Kajian Ketahanan Siber - Manajemen Kerentanan
  • Cover
  • Tim Redaksi
  • Kata Pengantar
  • Kata Sambutan
    • Sambutan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara - Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian
    • Sambutan Deputi Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi - Mayjen TNI Dominggus Pakel, S.Sos. M.M.S.I
  • Prakata
    • Prakata - Direktur Operasi Keamanan Siber - Andi Yusuf, M.T.
    • Direktur Politeknik Siber dan Sandi Negara - Marsekal Pertama TNI R. Tjahjo Khurniawan S.T, M.Si
  • Ringkasan Eksekutif
  • BAB I. Latar Belakang
    • A. Lanskap Keamanan Siber Indonesia
    • B. Tren Kerentanan Sistem Elektronik Instansi Pemerintah di Indonesia
    • C. Urgensi Manajemen Kerentanan di Indonesia
  • BAB II. Dasar Hukum Keamanan Sistem Elektronik
    • Dasar Hukum Keamanan Sistem Elektronik
  • BAB III. Kerangka Kerja Manajemen Kerentanan di Indonesia
    • A. Kerangka Kerja Manajemen Kerentanan di Indonesia
    • B. Kolaborasi Manajemen Kerentanan pada Tingkat Nasional
    • C. Peran Setiap Pemangku Kepentingan pada Manajemen Kerentanan Tingkat Nasional
  • BAB IV. Benchmark Organisasi dan Tata Kelola Terkait Manajemen Kerentanan
    • A. Benchmark Organisasi dalam Praktik Manajemen Kerentanan
    • B. Standar Internasional dan Panduan Praktik Tata Kelola Manajemen Kerentanan
  • BAB V. Siklus Manajemen Kerentanan di Indonesia
    • A. Gambaran Umum Program Manajemen Kerentanan
    • B. Tahap Identifikasi
    • C. Tahap Prioritisasi
    • D. Tahap Penanganan
    • E. Tahap Verifikasi
    • F. Tahap Evaluasi
  • BAB VI. Strategi Penerapan Manajemen Kerentanan pada Organisasi
    • Strategi Penerapan Manajemen Kerentanan pada Organisasi
    • A. Tahap Identifikasi
    • B. Tahap Prioritisasi
    • C. Tahap Penanganan
    • D. Tahap Verifikasi
    • E. Tahap Evaluasi
  • BAB VII. Pengembangan Bakat Terkait Manajemen Kerentanan
    • A. Peta Okupasi
    • B. Kursus/sertifikasi Terkait
    • C. Kode Etik Pegiat Keamanan Siber
  • BAB VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi
    • A. Kesimpulan
    • B. Rekomendasi
  • Daftar Pustaka
Powered by GitBook
On this page
  1. BAB II. Dasar Hukum Keamanan Sistem Elektronik

Dasar Hukum Keamanan Sistem Elektronik

Manajemen kerentanan dalam keamanan siber merupakan elemen krusial untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan sistem informasi di era digital yang semakin berkembang pesat. Seiring dengan peningkatan jumlah serangan siber dan kompleksitas ancaman yang dihadapi oleh organisasi, pendekatan yang sistematis dan terstruktur sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola kerentanan yang dapat dieksploitasi. Dalam konteks ini, kerangka regulasi yang komprehensif, seperti yang diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan di Indonesia, berperan penting dalam membentuk landasan hukum serta pedoman bagi organisasi dalam memperkuat keamanan siber dan mengurangi risiko yang terkait dengan transaksi elektronik dan infrastruktur digital.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang pertama kali disahkan melalui UU No. 11 Tahun 2008 dan mengalami sejumlah perubahan dengan UU No. 19 Tahun 2016 serta UU No. 1 Tahun 2024, menjadi dasar hukum utama dalam pengelolaan informasi digital, perlindungan data, serta mitigasi kerentanan pada transaksi elektronik. UU ini menekankan pentingnya perlindungan sistem elektronik dari segala bentuk penyalahgunaan serta penegakan hukum yang kuat terhadap aktivitas yang mengancam keamanan digital. Dalam konteks tersebut, UU ITE menyoroti urgensi keamanan siber di tengah laju perkembangan teknologi dan meningkatnya volume transaksi digital di Indonesia.

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, yang mengatur tata cara penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, menetapkan kewajiban bagi instansi pemerintah dan sektor publik untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang sesuai. Peraturan ini mengharuskan adanya pengelolaan risiko yang menyeluruh, termasuk mitigasi kerentanan dalam infrastruktur digital yang digunakan oleh pemerintah. PP ini menjadi fondasi penting bagi penerapan tata kelola keamanan informasi yang baik dalam menghadapi risiko dari adopsi teknologi digital dalam administrasi publik.

Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2022 dan No. 47 Tahun 2023 memperkuat perlindungan terhadap Infrastruktur Informasi Vital (IIV) serta menetapkan Strategi Keamanan Siber Nasional. Kedua peraturan ini mencakup pengelolaan kerentanan siber, mitigasi risiko, dan pengembangan respons terhadap krisis siber yang dapat mengancam infrastruktur penting negara. Melalui regulasi ini, pemerintah menegaskan komitmen mereka dalam melindungi infrastruktur strategis negara dari ancaman siber yang semakin kompleks.

Di sektor pemerintahan, Peraturan Menteri PANRB No. 5 Tahun 2020 dan Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) No. 4 Tahun 2021 memberikan pedoman rinci terkait manajemen risiko dan keamanan informasi pada sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Regulasi ini membantu pemerintah dalam mengidentifikasi, mengelola, serta mengurangi kerentanan yang dapat membahayakan infrastruktur digital pemerintahan, sehingga memperkuat keseluruhan sistem keamanan siber di sektor publik.

Selain itu, Peraturan BSSN Nomor 7, 8, 9, dan 10 Tahun 2023 serta No. 5 Tahun 2024, membentuk kerangka kerja yang lebih terstruktur untuk mengidentifikasi dan meningkatkan keamanan infrastruktur informasi vital. Regulasi ini juga mengatur pengukuran tingkat kematangan keamanan siber, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta perencanaan aksi nasional dalam menghadapi ancaman siber. Lebih lanjut, Peraturan Deputi III No. 1 Tahun 2024 memperkuat pembentukan TTIS di sektor pemerintahan untuk meningkatkan respons cepat terhadap insiden siber dan pengelolaan kerentanan secara efektif. Seluruh regulasi ini mencerminkan pendekatan komprehensif pemerintah dalam mengelola risiko siber, memperkuat infrastruktur digital, serta melindungi keamanan nasional.

PreviousBAB II. Dasar Hukum Keamanan Sistem ElektronikNextBAB III. Kerangka Kerja Manajemen Kerentanan di Indonesia

Last updated 3 months ago