Dasar Hukum Keamanan Sistem Elektronik
Manajemen kerentanan dalam keamanan siber merupakan elemen krusial untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan sistem informasi di era digital yang semakin berkembang pesat. Seiring dengan peningkatan jumlah serangan siber dan kompleksitas ancaman yang dihadapi oleh organisasi, pendekatan yang sistematis dan terstruktur sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola kerentanan yang dapat dieksploitasi. Dalam konteks ini, kerangka regulasi yang komprehensif, seperti yang diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan di Indonesia, berperan penting dalam membentuk landasan hukum serta pedoman bagi organisasi dalam memperkuat keamanan siber dan mengurangi risiko yang terkait dengan transaksi elektronik dan infrastruktur digital.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang pertama kali disahkan melalui UU No. 11 Tahun 2008 dan mengalami sejumlah perubahan dengan UU No. 19 Tahun 2016 serta UU No. 1 Tahun 2024, menjadi dasar hukum utama dalam pengelolaan informasi digital, perlindungan data, serta mitigasi kerentanan pada transaksi elektronik. UU ini menekankan pentingnya perlindungan sistem elektronik dari segala bentuk penyalahgunaan serta penegakan hukum yang kuat terhadap aktivitas yang mengancam keamanan digital. Dalam konteks tersebut, UU ITE menyoroti urgensi keamanan siber di tengah laju perkembangan teknologi dan meningkatnya volume transaksi digital di Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, yang mengatur tata cara penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, menetapkan kewajiban bagi instansi pemerintah dan sektor publik untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang sesuai. Peraturan ini mengharuskan adanya pengelolaan risiko yang menyeluruh, termasuk mitigasi kerentanan dalam infrastruktur digital yang digunakan oleh pemerintah. PP ini menjadi fondasi penting bagi penerapan tata kelola keamanan informasi yang baik dalam menghadapi risiko dari adopsi teknologi digital dalam administrasi publik.
Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2022 dan No. 47 Tahun 2023 memperkuat perlindungan terhadap Infrastruktur Informasi Vital (IIV) serta menetapkan Strategi Keamanan Siber Nasional. Kedua peraturan ini mencakup pengelolaan kerentanan siber, mitigasi risiko, dan pengembangan respons terhadap krisis siber yang dapat mengancam infrastruktur penting negara. Melalui regulasi ini, pemerintah menegaskan komitmen mereka dalam melindungi infrastruktur strategis negara dari ancaman siber yang semakin kompleks.
Di sektor pemerintahan, Peraturan Menteri PANRB No. 5 Tahun 2020 dan Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) No. 4 Tahun 2021 memberikan pedoman rinci terkait manajemen risiko dan keamanan informasi pada sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Regulasi ini membantu pemerintah dalam mengidentifikasi, mengelola, serta mengurangi kerentanan yang dapat membahayakan infrastruktur digital pemerintahan, sehingga memperkuat keseluruhan sistem keamanan siber di sektor publik.
Selain itu, Peraturan BSSN Nomor 7, 8, 9, dan 10 Tahun 2023 serta No. 5 Tahun 2024, membentuk kerangka kerja yang lebih terstruktur untuk mengidentifikasi dan meningkatkan keamanan infrastruktur informasi vital. Regulasi ini juga mengatur pengukuran tingkat kematangan keamanan siber, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta perencanaan aksi nasional dalam menghadapi ancaman siber. Lebih lanjut, Peraturan Deputi III No. 1 Tahun 2024 memperkuat pembentukan TTIS di sektor pemerintahan untuk meningkatkan respons cepat terhadap insiden siber dan pengelolaan kerentanan secara efektif. Seluruh regulasi ini mencerminkan pendekatan komprehensif pemerintah dalam mengelola risiko siber, memperkuat infrastruktur digital, serta melindungi keamanan nasional.
Last updated